Jumat, 20 Mei 2011

       Mengupas Rahasia Kepemimpinan Gus Dur-Gus Miek

                                            Judul                 : Leadership Secrets Of Gus Dur-Gus Miek
                                            Penulis              : M.N. Ibad
                                            Penerbit            : Pustaka Pesantren
                                            Cetakan            : I, Desember 2010
                                            Tebal                : 218 halaman
                                            Peresensi          : Muhammad ‘Afwan Romdloni*
         M. N. Ibad adalah salah satu dari kalangan masyarakat yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan Gus Miek. Secara tidak langsung ia mengetahui keseharian KH. Hamim Jazuli (Gus Miek) menjadi pemimpin umat khususnya di daerah Jawa Timur. Yang mana beliau sangat erat hubungannya dengan sosok seorang pemimpin yang berkecimpung dalam pemerintahan yakni KH. Abdur Rahman Wahid (Gus Dur). Jika Gus Dur memilih berkiprah di tingkat nasional maka Gus Miek lebih memilih berdakwah di lembah hitam kemaksiatan, mulai dari diskotek, arena perjudian, hingga lokalisasi. Meskipun berbeda wilayah perjuangan, kedua tokoh besar ini ternyata memiliki prinsip-prinsip kepemimpinan yang tidak jauh berbeda.
          Pemimpin adalah suatu peran tertentu bagi seseorang dalam sebuah sistem organisasi baik yang resmi ataupun tidak. Seseorang akan diakui sebagai pemimpin berdasarkan kesepakatan atau adat yang berlaku dalam masyarakat. Atau karena kharismatik yang dimiliki seseorang tersebut. Dalam buku ini disebutkan dua model kepemimpinan yang di anggap paling relevan. Pertama, visioner adalah suatu kepemimpinan yang mengedepankan visi-visi masa depan. Metode ini mengandung tiga visi utama, 1. Mengandung visi masa depan yang mungkin terjadi. 2.visi masa depan yang di inginkan. 3. Visi masa depan yang baik dan hancur. Kepemimpinan visioner ini akan mencapai puncak kehebatan bila di terapkan pada sebuah organisasi atau jam’iyah yang bersendikan kesamaan keyakinan. Kedua, passioner adalah kepemimpinan yang mengandalkan kekuatan passi. Passi sendiri dapt di artikan sebagai cinta, motivasi, inspirasi dan perhatian. Kepemimpinan passioner cenderung lebih menumbuhkan kecintaan dan pembelaan (fanatik) dari yang terpimpin pada sang pemimpin. Yang mana kedua metode ini yang digunakan oleh Gus Dur dan Gus Miek.

Prinsip Sebuah Kepemimpinan
         Baik Gus Dur maupun Gus Miek dengan berbagi kelebihan dan kekurangannya sebagai pemimpin, sama-sama sadar akan perlunya perjuangan untuk menemukan jati diri, bentuk, dan pilihan perjuangan. Sesungguhnya segala sesuatu itu haruslah ada perjuangan untuk mencapai tuan yang di inginkan. Sebuah kedudukan atau jabatan sebagai pemimpin tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, kehormatan, harta benda tetapi di gunakan sebagi wadah suatu perjuangan dan lebih mementingkan rakyat dari pada pribadi.
Menempatkan kebaikan bagi masyarakat sebagi tanggung jawab utama, bahkan seorang pemimpin haruslah mau sebagai pelayan bagi masyarakat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para wali dahulu. Seorang pemimpin bukanlah pemimpin yang selalu benar, tetapi mereka yang terbuka dengan kritik dan masukan yang ada dari kalangan masyarakat.
          Seorang pemimpin adalah mereka yang mampu mengambil keputusan demi kebaikan semuanya. Tidak jarang kita menemukan pemimpin dalam mengambil keputusan diombang-ambingkan oleh berbagai kepentingan. Akibatnya keputusan yang diambil justru menguntungkan golongan tertentu. Namun apa yang di perlihatkan oleh Gus Dur dan Gus Miek berbalik seratus persen. Keputusan terbaik tidak selalu diperoleh dengan jalan musyawarah dan untuk kepentingan bersama.

Sebuah Keteladanan Seorang Pemimpin
          Pandangan dan prinsip Gus Dur maupun Gus Miek dalam islam pada dasarnya sama, hanya cakupan wilayah perjuangannya yang berbeda. Keduanya merupakan pembaharu dalam hal kehidupan keislaman Indonesia abad ini, hanya saja terdapat semacam pembagian tugas perjuangan.
          Pandangan dan sikap Gus Miek dalam keislaman lebih bersifat pribadi sendiri, pribadi dengan orang sekelilingnya, pribadi dengan masyarakat, pribadi dengan lembaga pemerintah, dimana seseorang dituntut untuk meletakkan prinsip mawas diri, mawas dari orang lain, dan mawas diri dari masyarakat. Titik tekanya buka memaksakan nilai yang kita anut kepada orang lain, karena orang lain belum sanggup untuk menjalankan nilai-nilai tersebut, tetapi lebih berusaha menemukan nilai-nilai yang sanggup di jalankan oleh masing-masing. Dengan demikian, di harapkan yang mincul kemudian adalah kesadaran dan kebersamaan untuk bersama-sama menuju kebaikan bersama.
        Sedangkan pandangan dan sikap Gus Dur merupakan kelanjutan dan keluasan dari pandangan Gus Miek di atas. Dalam arti, sudah mencakup wilayah pribadi masyarakat, kelompok agama, etnis atau suku bangsa, kelompok politik, kehidupan berbangsa seterusnya. Beliau lebih mementingkan sikap rahmatan lil ‘alamiin. Dari penekanan ini, kemudian muncul sikap kasih sayang dan mengesampingkan sinisme yang disebabkan perasaan yang paling benar. Dan sikap kasih sayang ini sebagi pembatas agar tidak membuat sakit hati suatu suku, agama, ataupun suatu kelompok, serta mengekang keinginan untuk menguasai atau menindas.
         Perpaduan pandangan dan perpaduan keislaman Gus Dur dan Gus Miek berarti sebuah perpaduan antara penerapan prinsip-prinsip di atas dalam tataran pribadi seseorang dalam wilayah lapisan masyarakat dari yang paling bawah sampai wilayah kenegaraan dan kebangsaan. Apabila perpaduan dari dua tokoh besar ini mampu di manifestasikan dalam kehidupan, maka akan tercapai kehidupan yang dinamis, harmonis dan martabat negeri ini dalam mata dunia.
         Buku leadership karya M.N. Ibad ini adalah sebuah karya yang mampu memadukan prinsip kepemimpinan dari dua tokoh besar yang sangat berbeda dalam hal cakupan wilayahnya. Di lain pihak, buku ini mirip dengan karya-karya sebelumnya dalam hal ini mengenai Gus Miek khususnya. Walaupun demikian, buku ini mengajak kita untuk membongkar prinsip-prinsip yang mengantarkan Gus Dur dan Gus Miek menjadi pemimpin sejati, pemimpin yang teramat dicintai rakyat, bahkan pemimpin yang namanya tetap melekat di hati umat meskipun keduanya telah (lama) wafat. Buku ini wajib Anda baca, terlepas apapun profesi kita kelak akan membutuhkannya. Sebab, sebagaimana sabda Rasulullah, “Setiap diri kita adalah pemimpin pada ranahnya masing-masing yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”.

*) Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya

ujian nasional

POTRET UJIAN NASIONAL
Oleh: Muhammad ‘Afwan Romdloni*
Ujian nasional sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat penting bagi pendidikan bagi warga bangsa Indonesia. sesuai dengan pasal 57 (ayat 1). Undang-undang sidiknas yang berisi, “Evaluasi yang di lakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagi bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan” melihat dari pasal tersebut ujian nasional adalah kegiatan evaluasi secara menyeluruh di Indonesia dalam rangka penyetaraan tingkat kemampuan pada objek pendidikan. Evaluasi ini akan berdampak baik bagi semua peserta didik apabila ujian nasional ini di lakukan dengan baik pula. Tidak kalah penting lagi, selain penyetaraan pendidikan, tetapi juga harus penyetaraan dalam hal moral dalam pelaksanaan ujian bagi para peserta didik.
Pendidikan adalah usaha sadar diri dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Potensi anak didik dikembangkan agar mereka bisa hidup mandiri dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Menurut Benyamin Bloom (1956), pendidikan mempunyai tiga domain tujuan yaitu Cognitive Domain, Affective Domain, Psychomotor Domain. Dalam bahasa tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, Pendidikan menyangkut tiga aspek yaitu Cipta, Rasa dan Karsa. Dalam konsep ini, pendidikan dilakukan secara menyeluruh dan harus menyentuh ketiga aspek tersebut.
Namun, sebagaimana yang kita konsep pendidikan tersebut di atas jarang terjadi di Indonesia. Meskipun ada, itu hanyalah sebagai keyakinan dan tidak terealisasi dalam sebuah kenyataan. Ukuran keberhasilan pendidikan di Indonesia lebih banyak dihitung dengan angka-angka. Bahkan, tingkat kelulusan siswa hanya dihitung atau diukur dengan nilai Ujian Nasional.
Berbagai polemik yang berkepanjangan mengenai Ujian Nasional di Indonesia sangat tampak baik bagi demokrasi dalam negeri ini. Kita lihat dari ujian nasional 2011 ini baik dari segi waktu pelaksanaan. Masalah ini muncul dalam berbagi kalangan baik peserta, orang tua, guru, bahkan pemerintahan negara.
Sebelum Pelaksanaan Ujian
Ujian nasional (UN), adalah sebuah kata yang singkat, tapi juga kata yang mengerikan sekaligus menjadi momok yang paling menakutkan bagi mereka yang masih berlabel siswa. Karena singkatan yang terdiri dari dua huruf ini adalah menjadi barometer kelulusan yang menjadi harapan setiap siswa yang mengikuti ujian nasional. Tapi sayang, kita bukanlah seorang dalang yang bisa mengatur masalah ujian nasional, tapi kita hanyalah menjadi wayang dalam lakon sandiwara dunia pendidikan. Ujian nasional juga mengkompetisikan antara sekolah yang berada di pelosok desa yang mayoritas siswanya belajar dengan fasilitas sederhana dengan sekolah berlabel unggulan yang memiliki sarana pembelajaran yang canggih. Padahal faktanya, setiap sekolah memiliki kualitas SDM pendidik yang berbeda, fasilitas yang beragam, demikian juga kualitas murid yang tidak sama bahan bakunya, tapi terus dituntut supaya bisa mencapai target kelulusan yang sama. Namun ujian nasional 2011 berbeda dengan sebelumnya yang menjadikan hasil ujian sebagai patokan kelulusan. Yakni, kelulusan tidak hanya hasil dari nilai UN saja, melainkan akan di jumlah dengan nilai dari sekolah, yang terdiri dari nilai rapor (NR) semester satu sampai lima dan di tambah dengan nilai ujian akhir sekolah.
Peserta SD sederajat yang akan melaksanakan ujian nasional mereka di tuntut harus ikut ujian nasional ini dalam kondisi apapun, Baik para siswa yang sudah siap untuk melaksanakan ataupun belum. Seperti yang disampaikan Eko Indrajit selaku sekretaris BSNB “Ketika tidak ada bukti yang sah tentang alasan mereka tidak mengikuti ujian utama, maka sama saja tidak terdaftar, atau siswa tersebut secara otomotis tidak bisa mengikuti ujian susulan”(Duta Masyarakat,25/04). Melihat pandangan tersebut, jadi, bagi mereka yang tidak mempunyai bukti tentang alasan tidak mengikuti ujian utama secara otomatis tidak bisa mengikuti ujian susulan. Dengan demikian, bagi mereka ujian ini bersifat memaksa dan mengikat sebagai syarat sebuah kelulusan.
Saat Pelaksanaan Ujian
kurang lebih sebanyak 3.716.596 siswa dari 47.369 sekolah di Indonesia pada minggu ini dilaksanakan ujian nasional dalam tingkat SMP sederajat (Duta Masyarakat,25/04). Tidak sedikit pula para pelaksana penyelenggaraan ujian ini mulai dari guru, pengawas, kepolisian untuk menjaga kegiatan besar negara ini dari berbagi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tetapi yang kita ketahui dari ujian tingkat SMA sederajat kemarin banyak sekali maslah yang timbul, seperti masalah di Mojokerto ketidaksesuaian antara sampul soal dengan isinya. Pada SMK Roudhotun Nasi’in, mata pelajaran matematika teknologi namun isi soalnya adalah matematika pariwisata. Selain itu juga terjadi soal ujian yang tertukar di tujuh sekolah di daerah Sidoarjo (Jawa pos 20/04).
Tidak sedikit kecurangan-kecurangan yang ada dalam proses ujian kali ini. Menurut Muhammad Nuh menteri pendidikan bahwa "Menyelenggarakan UN adalah sebuah tugas besar, jika terjadi beberapa kecurangan, saya rasa itu wajar, karena kami bukan malaikat," ujarnya (kompas 21/04). Menurut pandangannya kesuksesan UN tahun ini dapat dilihat berdasarkan data statistik klasifikasi aspirasi masyarakat tentang pelaksanaan ujian nasional penurunan yang signifikan terjadi pada jumlah pengaduan masyarakat terhadap kecurangan UN. Kalau memang demikian, apa sebenarnya tugas para pelaksana ujian yang begitu banyaknya serta tidak sedikit dana yang di keluarkan demi terlaksananya ujian nasional, bahkan menganggap itu semua adalah suatu kewajaran.
Setelah Pelaksanaan Ujian
Bagi mereka para peserta ujian tingkat SMA sederajat yang telah selesai melaksanakan ujian, mereka sudah sedikit lega. Namun, kepuasannya belum sepenuhnya terpenuhi, karena masih ada suatu sifat penasaran terhadap apa tang telah ia kerjakan. Apakah hasil ujian nanti akan memuaskan atau kebalikannya? Pikiran itu selalu terbesit dalam benak meraka, bahkan ada sebagian kecil dari mereka malah shok dengan ini semua, karena mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Ada juga sebaliknya yang selalu optimis atas segala apa yang mereka kerjakan akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Namun semua itu hanyalah sebuah perasaan belaka yang belum pasti hasilnya. Dan satu-satunya jalan bagi mereka hanyalah berdo’a kepada Allah agar selalu diberi hasil yang memuaskan sebagai jerih payah yang mereka lakukan sebelumnya.
*) mahasiswa fakultas syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.