Jumat, 20 Mei 2011

ujian nasional

POTRET UJIAN NASIONAL
Oleh: Muhammad ‘Afwan Romdloni*
Ujian nasional sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat penting bagi pendidikan bagi warga bangsa Indonesia. sesuai dengan pasal 57 (ayat 1). Undang-undang sidiknas yang berisi, “Evaluasi yang di lakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagi bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan” melihat dari pasal tersebut ujian nasional adalah kegiatan evaluasi secara menyeluruh di Indonesia dalam rangka penyetaraan tingkat kemampuan pada objek pendidikan. Evaluasi ini akan berdampak baik bagi semua peserta didik apabila ujian nasional ini di lakukan dengan baik pula. Tidak kalah penting lagi, selain penyetaraan pendidikan, tetapi juga harus penyetaraan dalam hal moral dalam pelaksanaan ujian bagi para peserta didik.
Pendidikan adalah usaha sadar diri dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Potensi anak didik dikembangkan agar mereka bisa hidup mandiri dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Menurut Benyamin Bloom (1956), pendidikan mempunyai tiga domain tujuan yaitu Cognitive Domain, Affective Domain, Psychomotor Domain. Dalam bahasa tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, Pendidikan menyangkut tiga aspek yaitu Cipta, Rasa dan Karsa. Dalam konsep ini, pendidikan dilakukan secara menyeluruh dan harus menyentuh ketiga aspek tersebut.
Namun, sebagaimana yang kita konsep pendidikan tersebut di atas jarang terjadi di Indonesia. Meskipun ada, itu hanyalah sebagai keyakinan dan tidak terealisasi dalam sebuah kenyataan. Ukuran keberhasilan pendidikan di Indonesia lebih banyak dihitung dengan angka-angka. Bahkan, tingkat kelulusan siswa hanya dihitung atau diukur dengan nilai Ujian Nasional.
Berbagai polemik yang berkepanjangan mengenai Ujian Nasional di Indonesia sangat tampak baik bagi demokrasi dalam negeri ini. Kita lihat dari ujian nasional 2011 ini baik dari segi waktu pelaksanaan. Masalah ini muncul dalam berbagi kalangan baik peserta, orang tua, guru, bahkan pemerintahan negara.
Sebelum Pelaksanaan Ujian
Ujian nasional (UN), adalah sebuah kata yang singkat, tapi juga kata yang mengerikan sekaligus menjadi momok yang paling menakutkan bagi mereka yang masih berlabel siswa. Karena singkatan yang terdiri dari dua huruf ini adalah menjadi barometer kelulusan yang menjadi harapan setiap siswa yang mengikuti ujian nasional. Tapi sayang, kita bukanlah seorang dalang yang bisa mengatur masalah ujian nasional, tapi kita hanyalah menjadi wayang dalam lakon sandiwara dunia pendidikan. Ujian nasional juga mengkompetisikan antara sekolah yang berada di pelosok desa yang mayoritas siswanya belajar dengan fasilitas sederhana dengan sekolah berlabel unggulan yang memiliki sarana pembelajaran yang canggih. Padahal faktanya, setiap sekolah memiliki kualitas SDM pendidik yang berbeda, fasilitas yang beragam, demikian juga kualitas murid yang tidak sama bahan bakunya, tapi terus dituntut supaya bisa mencapai target kelulusan yang sama. Namun ujian nasional 2011 berbeda dengan sebelumnya yang menjadikan hasil ujian sebagai patokan kelulusan. Yakni, kelulusan tidak hanya hasil dari nilai UN saja, melainkan akan di jumlah dengan nilai dari sekolah, yang terdiri dari nilai rapor (NR) semester satu sampai lima dan di tambah dengan nilai ujian akhir sekolah.
Peserta SD sederajat yang akan melaksanakan ujian nasional mereka di tuntut harus ikut ujian nasional ini dalam kondisi apapun, Baik para siswa yang sudah siap untuk melaksanakan ataupun belum. Seperti yang disampaikan Eko Indrajit selaku sekretaris BSNB “Ketika tidak ada bukti yang sah tentang alasan mereka tidak mengikuti ujian utama, maka sama saja tidak terdaftar, atau siswa tersebut secara otomotis tidak bisa mengikuti ujian susulan”(Duta Masyarakat,25/04). Melihat pandangan tersebut, jadi, bagi mereka yang tidak mempunyai bukti tentang alasan tidak mengikuti ujian utama secara otomatis tidak bisa mengikuti ujian susulan. Dengan demikian, bagi mereka ujian ini bersifat memaksa dan mengikat sebagai syarat sebuah kelulusan.
Saat Pelaksanaan Ujian
kurang lebih sebanyak 3.716.596 siswa dari 47.369 sekolah di Indonesia pada minggu ini dilaksanakan ujian nasional dalam tingkat SMP sederajat (Duta Masyarakat,25/04). Tidak sedikit pula para pelaksana penyelenggaraan ujian ini mulai dari guru, pengawas, kepolisian untuk menjaga kegiatan besar negara ini dari berbagi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tetapi yang kita ketahui dari ujian tingkat SMA sederajat kemarin banyak sekali maslah yang timbul, seperti masalah di Mojokerto ketidaksesuaian antara sampul soal dengan isinya. Pada SMK Roudhotun Nasi’in, mata pelajaran matematika teknologi namun isi soalnya adalah matematika pariwisata. Selain itu juga terjadi soal ujian yang tertukar di tujuh sekolah di daerah Sidoarjo (Jawa pos 20/04).
Tidak sedikit kecurangan-kecurangan yang ada dalam proses ujian kali ini. Menurut Muhammad Nuh menteri pendidikan bahwa "Menyelenggarakan UN adalah sebuah tugas besar, jika terjadi beberapa kecurangan, saya rasa itu wajar, karena kami bukan malaikat," ujarnya (kompas 21/04). Menurut pandangannya kesuksesan UN tahun ini dapat dilihat berdasarkan data statistik klasifikasi aspirasi masyarakat tentang pelaksanaan ujian nasional penurunan yang signifikan terjadi pada jumlah pengaduan masyarakat terhadap kecurangan UN. Kalau memang demikian, apa sebenarnya tugas para pelaksana ujian yang begitu banyaknya serta tidak sedikit dana yang di keluarkan demi terlaksananya ujian nasional, bahkan menganggap itu semua adalah suatu kewajaran.
Setelah Pelaksanaan Ujian
Bagi mereka para peserta ujian tingkat SMA sederajat yang telah selesai melaksanakan ujian, mereka sudah sedikit lega. Namun, kepuasannya belum sepenuhnya terpenuhi, karena masih ada suatu sifat penasaran terhadap apa tang telah ia kerjakan. Apakah hasil ujian nanti akan memuaskan atau kebalikannya? Pikiran itu selalu terbesit dalam benak meraka, bahkan ada sebagian kecil dari mereka malah shok dengan ini semua, karena mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Ada juga sebaliknya yang selalu optimis atas segala apa yang mereka kerjakan akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Namun semua itu hanyalah sebuah perasaan belaka yang belum pasti hasilnya. Dan satu-satunya jalan bagi mereka hanyalah berdo’a kepada Allah agar selalu diberi hasil yang memuaskan sebagai jerih payah yang mereka lakukan sebelumnya.
*) mahasiswa fakultas syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar