Selasa, 21 Juni 2011

kemajuan pesantren

Idealisme Pesantren Membangkitkan Pendidikan Moral Bangsa
Oleh    : Muhammad ‘Afwan Romdloni*
Melihat esensi dan eksistensi pendidikan sekarang ini masih berada dalam taraf yang dapat dikatakan kritis dan belum mencapai kebangkitan yang kita impikan. Sebab itu, pemerintah harus terus menggali lembaga pendidikan, baik yang negeri maupun swasta. Tidak terlupakan, dengan salah satu lembaga pendidikan yang tertua, serta pertama kali muncul di Indonesia. Dengan karakter yang jauh berbada dengan layaknya kehidupan pendidikan ataupun masyarakat luar, lembaga ini memiliki keunikan dan ciri khas yang tersendiri serta seperangkat akar tradisi Indonesia yang kompleks.
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bersifat multidimensional telah menjadi bagian pendidikan nasional. Merujuk pada UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sidiknas, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tempat yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat Indonesia. lembaga ini memiliki fungsi tambahan yang tidak kalah pentingnya dengan fungsi utama pendidikan formal dari pemerintah.
Lembaga ini dari masa-kemasa telah mengalami perubahan yang signifikan, sesuai dengan pendapat  ketua Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) Amin Haidari (23/2/11) “Nasib pesantren dulu di pinggiran, kini sudah di tengah dalam sistem pendidikan nasional, serta sudah ada perubahan yang signifikan”. Serta diimbangi dengan penampilan manifestasi keilmuan yang mengikuti perkembangan zaman. Terkait dengan hal tersebut semua, tidak terlepas tradisi yang khas dan keunikan tersebut.
Pesantren adalah pranata (pendidikan) yang bersifat tradisional. Banyak orang yang beranggapan bahwa pesantren sebaagi sarang kejumudan, konservatisme bahkan menjadi penghalang besar dalam proses pembangunan sebagaimana pranata tradisional lainya, bahkan dianggap sebagai pusat jaringan teroris dan munculnya ideologi baru. Namun, anggapan itu dapat ditepis dan diklarifikasi olah KH. Abdur Rahman Wahid (Gus Dur) melailui esai-esai beliau dalam buku “Menggerakkan Tradisi”. Salah satunya di ungkapkan dalam pengantar buku Hansun Salim HS “Pesantren sangat dinamis, bisa berubah dan menpunyai dasar yang kuat untuk mengarahkan dan menggerakkan perubahan yang diinginkan”.
Berakar dari sebuah optimisme yang sangat besar terhadap potensi ke depan pesantren, Gus Dur meletakkan pesantren tidak hanya sebagai sekedar identitas kultural yang mampu menjadi ornamen pelengkap kanstalasi-siklus dalam perubahan sosial, melainkan memiliki sebuah kekuatan potensial yang mampu menjadi organ vital dalam melakukan perubahan bangsa dalam kancah internasional. Dengan bukti, bahwa pesantren mampu mengantarkan beliau menjadi pemimpin bangsa, serta sang guru bangsa yang sangat tersohor di berbagai kalangan masyarakat Indonesia bahkan internasional.

Modernisasi Pesantren
            Modernisasi pada dasarnya merupakan proses perombakan pola pikir dan tata kerja lama yang tidak akliyah (irasional), dan menggantinya dengan pola pikir dan tata kerja baru yang akliyah (rasional) untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal secara maksimal. Namun kebanyakan orang beranggapan modernisasi ini adalah di identifikasikan dengan westernisasi.
            Nur Cholis Majid mendefinisikan pesantren secara epistimologis sekaligus historis bahwa islam tidak hanya mengandung keislaman tetapi makna keaslian tradisi Indonesia. Sebab cikal bakal pesantren sudah ada sejak masa Hindu-Budha dan islam tinggal meneruskan serta mengislamkannya. Dengan modernisasi ini memberi apresiasi model transmisi nilai-nilai keagamaan dengan pola mata rantai sejarah, dari generasi satu ke generasi berikutnya yang menjadi karakteristik kaum tradisional dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman.
            Adanya gagasan modernisasi ini pesantren menjadi trend pendidikan islam dengan memasukkan ilmu-ilmu sekuler (umum) dalam kurikulum pesantren. Dengan demikian, selain masalah keislaman, pesantren juga mengedepankan pendidikan umum, bahkan mampu mencetak para pengusaha-pengusaha dan pejabat yang mempunyai benteng keimanan yang kuat ataupun sebaliknya. Akhir-akhir ini banyak terdengar pesantren yang menggunakan metode ini di antaranya Gontor Ponorogo, Tebu Ireng  Jombang. Lebih-lebih pesantren yang mampu memadukan metode salafi (tradisional) dengan metode khalaf (modern), yang terkenal dengan metode “al muhafadhatu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bi jadidil ashlah” seperti langitkan di Tuban, Darul Huda  di Ponorogo dan masih banyak pula yang tersebar di pelosok Indonesia. Yang mana pesantren ini mampu memasukkan teknologi baru dalam kurikulumnya. 

Sinergitas dalam Pembangunan
            Perkembangan pembangunan di Indonesia tidak terlepas atas jasa pesantren juga. Bagi pesantren, faktualitas keterlibatan pesantren dalam ini bukan hal yang harus dikhawatirkan, secara kongkrit keterlibatan pesantren sangat besar dalam pengentasan kemiskinan, penghapusan buta aksara dan pembangunan infra struktur yang menjadi tujuan utama pembangunan. Selain itu pula mampu mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan perekonomian masyarakat.     
            Bahkan pemerintah sangat mendukung dengan adanya pesantren yang berkembang di Indonesia ini. Dengan bukti pemerintah telah memberikan banyak bantuan atas perkembangan serta memberikan beasiswa kepada para santri yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Bisa jadi, penyetaraan lulusan pesantren dengan S1 pada pesantren yang telah diakui kualitasnya.  
Dengan demikian, proses pengembangan dunia pesantren yang selain menjadi tanggung jawab internal pesantren, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta pesantren dalam proses pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi yang tengah mengalami krisis (degradasi) moral.

*) Mahasiswa Penerima Bidik Misi Fak. Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya

Artikel ini di muat di harian Duta Masyarakat pada 15 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar