Selasa, 25 Januari 2011

"Terlepap tak Sadarkan Diri"



Matahari yang enggan menampakkan cahayanya membuat suasananya panas, di sebuah terminal yang membludak para penumpang  menuju kota-kota yang telah terpasang, terpampang di atas tempat pemberangkatan bus di inginkan. Dengan kedua tas yang kubawa dengan sabar kumenanti munculnya bus di pintu keluar terminal yang penuh dengan penumpang tersebut. Hari ini tidak seperti hari biasanya, banyak penumpang yang ingin pulang kampung, entah mengapa sebabnya? Sambil melihat bus yang akan ku tumpangi terlihat seorang pemuda dengan kulit agak kelam dengan sebuah tas di punggungnya. Tak lain pemuda tersebut adalah salah satu dari santri pon. Pes. yang ku tempati, syafi’i namanya. Sambil melambaikan tanganku, ku panggil namanya “hai syafi’i! Di sini”. tak lama kemudian melambaikan tangannya kepadaku dengan berkata “ya sebentar saya akan kesitu”. “Syafi’i mau kemana kamu, mau pulang juga?” “ya saya mau pulang ke Pasuruan“ dengan suara lantangnya.
Sebuah bus muncul dari pintu keluar terminal yang berwarna putih bersih. Seketika itu syafi’i berkata “itu bus yang akan saya tumpangi, saya pulang dulu ya!” sambil menenteng tasnya yang besar. “ya hati-hati!” dengan suara lantangku. Sehingga terputuslah perbincangan kami. Yang sebenarnya saya masih ingin bertanya-tanya lebih jauh tentang bahasa inggris yang dia kuasai. Ku nanti-nanti tak kunjung muncul bus yang saya inginkan. karena hanya satu bus yang saya mempunyai kartu pelanggan, dengan kartu tersebut saya dapat diskon walaupun hanya sedikit, namun dengan sedikit tersebut apabila dikumpulkan akan banyak juga. Dari beberapa iringan bus yang keluar terlihat dari pintu keluar sebuah bus berwarna hijau yang kusam dan itulah bus yang ku nanti-nanti dari tadi. Tibalah saatnya saya pulang dengan hati yang berdebar-debar ku angkat kedua tasku yang lumayan berat.
         Ketika kunaiki tangga bus tersebut tak saya sangka ternyata bus tersebut telah penuh oleh para penumpang, saya sempat ragu jadi ikut bus ini atau tidak namun sebuah keputusan muncul dalam benakku “bagaimanapun juga saya harus naik bus ini karena apabila aku turun maka aku harus menunggu bus lain lagi dan bisa jadi bus berikutnya lebih penuh dari ini”. Sampai di ujung tangga aku bingung harus duduk di mana nanti. Dengan mata tajam ku arahkan pandangan dari bagian depan sampai belakang bus tak satu pun ada tempat duduk yang kosong. Namun tak kusadari ada sedikit celah di dekat sopir, seketika saya ambil langkah kaki seribu untuk memanfaatkan celah tersebut bila tidak! akan di dahului orang lain dan akibatnya saya akan berdiri. Dengan suasana bus yang hiruk pikuk yang sangat penuh membuatku tak bergerak sedikit pun dari tempat dudukku di tambah macet yang tak sebentar dengan arus yang membludak serta panas keluar semua keringat masamku. Tak sebentar saya duduk di samping sopir yang membuat badanku membeku kaku. Hampir tiga jam saya tak bisa memejamkan mata dengan kondisi seperti ini dan sesungguhnya mataku rasanya sudah lengket tak mau di buka akibat badanku tang sudah lelah dari pagi juga belum istirahat. Terminal demi terminal telah terlewati tak terasa bahwa penumpang sedikit demi sedikit telah turun, namun tak satu pun tempat duduk tang kosong. Tapi ini semua perlu saya syukuri saya mendapatkan tempat duduk walaupun tidak terlalu nyaman, dari pada penumpang yang lain tidak mendapatkan tempat duduk. Karena dalam hadis nabi telah di sebutkan yang berbunyi “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu karena hal itu lebih patut agar engkau sekalian tiak menganggap rendah nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu." Muttafaq Alaihi. Ketika tiba di sebuah terminal sopir bus tersebut berkata “mas belakang ada kursi yang kosong nanti sampean bisa tidur” sambil menunjuk tempat yang di sebutkan. “ya pak terima kasih” sambil menenteng kedua tasku. Aku berdampingan dengan seorang paruh baya dengan sebuah tas di pangkuanya.
Beberapa saat kemudian setelah kuletakkan barang-barang bawaanku aku terlelap tak sadarkan diri tidak mampu menahan rasa kantuk yang kurasakan sejak beberapa jam yang lalu setelah kududuk berjam-jam di dekat sopir bus dalam keadaan yang panas dan pengap. sampai-sampai hand pone ku berbunyi beberapa kali tak terasa padahal sudah kuberi tanda getar juga. Beberapa saat berlalu terdengar teriakan kondektur bus yang keras bahwa sudah  sampai kota yang dekat dengan rumahku seketika ku terbangun kaget. Kuambil hand pone mungil yang berada di tas jaket hitamku yang merupakan pemberian bapakku, kubuka dengan perlahan tak kusangka ada tiga mised call dari bapakku sejak empat puluh lima menit yang lalu dan beberapa pesan dua di antaranya juga dari bapak ku. Yang berisi pertanyaan “ le wes teko ngendi?” seketika kujawab dengan bahasa santun dan terang. “ nuwun sewu bapk kulo nembe ngilir, niki ampun dugi te’an” namun sebelum kukirim sms tersebut saya di telfon kakak perempuanku yang sebelumnya telah di beri tahu oleh bapak bahwa saya di telfon tidak di angkat. Ku tak sadar bahwa sudah di nanti sejak  satu jam yang lalu oleh bapakku di tempat biasa.
Beberapa menit kemudian terlihatlah sebuah gapura besar berbentuk kesenian reog, yang merupakan perbatasan antara kota Ponorogo dengan kota madiun. Seketika telihatlah sosok seseorang paruh baya dengan anak kecil di atas sepeda motor alfa, seketika aku turun dari bus yang kutumpangi, tak lain seseorang tersebut adalah bapakku yang telah menanti sejak satu jam yang lalu. Udara dingin menemani kedatangan ku di kota kelahiranku yang mampu merasuk pada tulang-tulang tubuhku. Ku cucup tangan bapakku dengan penuh hormat dan ta’dhim yang ditemani anak dari tetangga sebelah rumah. sebelum menuju ke rumah kami bersinggah di sebuah masjid dekat perbatasan karena aku akan melaksanakan sholat jama’ ta’khir maghrib dan isya’ yang terlewatkan dalam perjalanan tadi.  Udara semakin dingin dan waktu telah menunjukkan pukul 22.00 sudah saatnya saya pulang ke rumah untuk beristirahat yang telah dinanti oleh ibu ku di rumah tercinta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar